Minggu, 01 Juli 2012

Tokoh Filsafat Islam (AL-Farabi)


                    AL-Farabi


1.    Riwayat Hidup Singkat

                Nama lengkapnya adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Auzalagh. Lahir pada 870 M di desa Wasij, bagian dari Farab, yang termasuk bagian dari wilayah Mā Warā`a al-Nahr (Transoxiana) sekarang berada di wilayah Uzbekistan. Al-Farabi meninggal di Damaskus, ibukota Suriah pada umur sekitar 80 tahun, tepatnya pada 950 M. Di negeri Barat, al-Farabi dikenal dengan nama Avennaser atau Alfarabius. Ayahnya berasal dari Persia (Suriah) yang pernah menjabat sebagai panglima perang Turki. Sedang ibunya berasal dari Turki.
                Al-Farabi adalah seorang komentator filsafat Yunani yang ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filusuf Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan Plotinus dengan baik. AL-Farabi dikenal dengan sebutan “guru kedua” setelah Aristoteles, karena kemampuanya dalam memahami Aristoteles yang dikenal sebagai guru pertama dalam Ilmu Filsafat. Kemungkinan lain adalah AL-Farabi  seorang Syia’ah Imamiyah (syi’ah Imamiyah adalah salah satu aliran dalam islam dimana yang menjadi dasar aqidah mereka adalah soal imam) yang bersal dari Turki.
               Pada akhir tahun 942, ia pindah ke Damaskus karena situasi politik Bagdad yang memburuk. Dia sempat tinggal di sana selama dua tahun dimana waktunya siang hari digunakan untuk bekerja sebagai penjaga kebun dan malam hari dihabiskan untuk membaca dan menulis karya-karya filsafat. Dengan alasan yang sama, ia pindah ke Mesir untuk pada akhirnya kembali lagi ke Damaskus pada tahun 949. Selama masa tinggal di Damaskus yang kedua ini al-Farabi mendapat perlindungan dari putra mahkota penguasa baru Siria, Saif al-Daulah (w. 967). Dalam perjumpaan pertamanya, Saif al-Daulah sangat terkesan dengan al-Farabi karena kemampuannya dalam bidang filsafat, bakat musiknya serta penguasaannya atas berbagai bahasa. Kehidupan sufi asketik yang dijalaninya membuatnya ia tetap berkehidupan sederhana dengan pikiran dan waktu yang tetap tercurah untuk karir filsafatnya. Sebelum dia tenggelam dalam karir filsafatnya, terlebih dahulu dia menjadi seorang qadhi. Setelah melepaskan jabatan qadhinya, al-Farabi kemudian berangkat ke Merv untuk mendalami logika Aristotelian dan filsafat. Guru utama al-Farabi adalah Yuhanna ibn Hailan.
               Al-Farabi berkenalan dengan pemikiran-pemikiran dari para ahli Filsafat Yunani seperti Plato dan Aristoteles dan mencoba mengkombinasikan pemikiran-pemikiran Yunani kuno dengan pemikiran Islam untuk menciptakan sebuah Negara pemerintahan yang ideal.



2.    Karya-karyanya

1.       Tahsilu As-Sa’adat (Mencari kebahagiaan/mewujudkan kebahagiaan).

Kebahagiaan tujuan hiidup manusia yang tidak dapat dipungkiri semua mahluk hidup tanpa terkecuali manusia yang mempunyai peranan penting dalam memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Kebahagiaan yang dituju oleh filsafat dan moral dibuktikan dengan teori dan praktik serta diusahakan manusia melalui studi dan tingkah lakunya. Al Farabi maengatakan:
“Kebahagiaan adalah jika jiwa manusia menjadi sempurna didalam wujud dimana ia tidak membutuhkan dalam eksitensinya kepada suatu materi. Jiwa yang sempurna dengan adanya ketentraman yang ada di dalamnya kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi secara personal dalam hal material dan spiritual, kebahagiaan tidak bisa diukur dengan apapun dan siapapun, apa dan siapa dititik beratkan pada kebutuhan masing-masing  manusia itu sendiri. Untuk memperoleh kebahagiaan memiliki cara yang berbeda dalam mencapainnya, Al-Farabi tidak cukup hanya dengan studi teoritis saja, melainkan juga terjun lansung berjuang agar dapat merasakan kebahagiaan. 
Dengan demikian untuk mencapai kebahagian yang sesunngguhnya tidaklah semua orang dapat meraihnya. Karena kebahagiaan itu tidak dapat dicapai kecuali oleh jiwa-jiwa yang bbersih dan suci yang mampu menembus tabir-tabir gaib dan naik ke alam cahaya dan keindahan.

2.      Fususu Al Taram(Hakikat kebenaran).

Al-Farabi bukanlah merupakan tasawuf spiritualsemata yang hanya berlandaskan sikap menerangi jism dan menjauhkan dari segala kelezatan guna mensucikan jiwa dan meningkat menuju derajat-derajat kesempurnaan, tetapi tasawufnya adalah tasawuf yang berdasarkan pada studi.

3.      As Syiayah(Ilmu politik).

Dalam pembahasan ini As-Syiiasyah berasal dari kata sasa.  Kata ini dalam kamus lisanul Arab  berarti mengatur, mengurus dan memerintah. Syiasyah bisa juga berarti pemerintahan dan politiik, atau membuat kebijaksanaan.

Al-Farabi berpendapat ilmu politik adalah ilmu yang meneliti berbagai  bentuk tindakan, cara, hidup, watak, disposisi positif dan ahlak. Suatu tindakan, cara hidup sebagai kemantapan. Ada dua macam problem politik:
1.      Pemerintah atas dasar penegakkan terhadap tindakan-tindakan yang sadar, cara hidup, disposisi positif.
2.      Pemerintah atas dasar penegakkan terhadap tindakan-tindakan dan watak-watak dalam rangka mencapai sesuatu yang diperkirakan mendapat suatu kebahagiaan.

4.       Fi Ma’ani Al Aqli.(tentang akal).
            bahwa akal, menurut Al-Farabi, ada tiga jenis. Pertama Allah sebagai akal maksudnya Pencipta dan Esa  semutlak-mutlaknya, maha sempurna dan tidak mengandung pluralitas. Yang kedua, yakni akal-akal sebagai emanasi, akal yang pertama esa pada dzatnya, tetapi dalam dirinya mengandung pada dirinya mengandung keanekaan potensial, ia diciptakan oleh Allah sebagai akal,  maka objek ta’aqul-Nya (juga akal-akal lainnya) tidaklah lagi satu tetapi sudah dua: Allah sebagi wajib al wujud dan dirinya sebagai al-mu’min al-wujud.

5.      Al Ta’liqat.

Menurut Ibnu Sina tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat) kebahagian dicapai secara bertingkat, sesuai dengan tingkat pendidikan yang dikemukakannya, yaitu kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan masyarakat, kebahagian manusia secara menyeluruh dan kebahagian akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat. Kebahagian manusia secara menyeluruh menurut Ibnu Sina hanya akan mungkin dicapai melalui risalah kenabian.

6.      Al-Jami’u  baina Ra’yai Al-Hakimain Afaalatoni Al-Habiy wa Aristho-thails atau disebut jugaRekonsisliasi Al-Farabi(penggabungan pendapat antara Plato dan Aristoteles.

Pemikiran filsafat yang bertolak belakang itu dapat disatukan oleh pemikiran rekonsiliasi, Al-Farabi berkeyakinan bahwa aliran filsafat yang bermacam-macam itu hakikatnya hanya satu, yakni sama-sama mencari kebenaran yang satu, karena tujuan filsafat ialah pemikirankebenaran sedangkan kebenaran itu hanya satu. Dengan pemikiran filsafat rekonsiliasi Al-Farabi yang menitik beratkan tujuan apa yang dicari, untuk apa yang dicari tipislah perbedaan, memang pada dasarnya perbedaan itu soal biasa karena dengan perbedaan manusia diperkaya dengan ilmu pengetahuan tetapi jangan perbedaan itu dijadikan munculnya permasalahan baru dan perpecahan diantara manusia yang mempunyai kepentingan dengan masalah itu.
Cara Al-Farabi menyatukan kedua filosof Plato dan Aristoteles ialah dengan memajukan pemikiran masing-masing filosof yang cocok dengan pemikirannya sebagai seperti dalam membicarakan ide yang menjadikan bahan polemik antara plato dan Aristoteles.



3.    Pemikiran
A.   Politik
Menurut Al-Farabi manusia merupakan warga negara yang merupakan salah satu syarat terbentuknya negara. Oleh karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, maka manusia menjalin hubungan-hubungan (asosiasi). Lalu dalam proses yang panjang, dan pada akhirnya terbentuklah suatu Negara menurut Al-Farabi, Negara atau kota merupakan suatu kesatuan masyaraka yang paling mandiri dan paling mampu memenuhi kebutuhan hidup, yaitu: sandang, pangan, papan dan keamanan serta mampu mengatur ketertiban masyarakat. Suatu Negara yang warganya sudah mandiri dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan yang nyata, yitu adalah Negara Utama.
Negara Utama dianalogikan seperti tubuh manusia yang sehat dan utama, karena secara       alami, pengaturan organ-organ dalam tubuh manusia bersifat hierarkis dan sempurna.. Ada tiga klasifikasi utama:
1.      Jantung
2.      Otak
3.      Organ
Dengan prinsip yang sama, seorang pemimpin negara merupakan bagian yang paling penting dan paling sempurna di dalam suatu negara. Menurut Al Farabi, pemimpin adalah seorang yang disebutnya sebagai filsuf yang berkarakter Nabi yakni orang yang mempunyai kemampuan fisik dan jiwa (rasionalitas dan spiritualitas)
Disebutkan adanya pemimpin generasi pertama dengan segala kesempurnaannya (Imam) dan karena sangat sulit untuk ditemukan (keberadaannya) maka generasi kedua atau generasi selanjutnya sudah cukup, yang disebut sebagai (Ra’is) atau pemimpin golongan kedua. Selanjutnya al-Farabi mengingatkan bahwa walaupun kualitas lainnya sudah terpenuhi , namun kalau kualitas seorang filsufnya tidak terpenuhi atau tidak ambil bagian dalam suatu pemerintahan, maka Negara Utama tersebut bagai “kerajaan tanpa seorang Raja”. Oleh karena itu, Negara dapat berada diambang kehancuran.
Mengenai kepemimpinan. Al-Farabi mengkategorikan orang menjadi tiga pemimpin tertinggi, orang yang memimpin dan dipimpin, dan orang yang sepenuhnya dipimpin. Dan kota utama dipimpin oleh seorang pemimpin tertinggi. Pemimpin macam itu adalah orang yang , jauh hanya dapat dimiliki oleh seseorang dengan tingkatan Nabi.


B.   Kenabian
Dalam islam ada yang namanya malaikat, dan dalam istilah filosof malaikat itu adalah “akal kesepuluh”. Filosof-filosof menurutnya mengetahui hakikat-hakikat karena dapat berkomunikasi dengan akal sepuluh. Begitupun nabi atau Rosul demikian pula dapat menerima wahyu karena mempunyai kesanggupan untuk mengadakan komunikasi dengan akal sepuluh. Namun, dalam kedudukan menurut Al-Farabi Nabi dan Rosul itu lebih tinggi kedudukanya daripada filosof di karenakan Nabi dan Rosul itu memiliki kemampuan komunikasi dengan akal sepuluh terjadi karena atas pilihan atau pemberian Tuhan. Sedangkan filosof dapat mengadakan komunikasi itu atas usaha sendiri yaitu dengan latihan (riyadloh dalam tasawuf).
Al-Farabi mengatakan, pengetahuan filsafat yang dimiliki filosof dan wahyu yang diterima Nabi tidak saling bertentangan karena pengetahuannya diperoleh dari sumber yang sama yaitu akal sepuluh.

C.   Tuhan
Menurut Al-Farabi, Tuhan itu memiliki sifat Maha Satu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari pengertian banyak, maha sempurna dan tidak memerlukan kepada apapun dan siapapun. Menurut beliau alam materi yang banyak ini terjadi dengan cara emanasi ataupancaran yakni Tuhan sebagai wujud pertama dengan mengalami tahap-tahap pemancaranitu, dimana setiap tahap pemancaran terjadilah suatu alam materi tertentu, demikian seterusnya sehingga sempurnalah kejadian alam materi. Al Farabi memberi 3 istilah yang disandarkan pada Tuhan:

1. al-'Aql (akal) >> sebagai zat atau hakikat dari akal-akal
2. al-'Aqil (yang berakal) >> sebagai subyek lahirnya akal-akal
3. al-Ma'qul (yang menjadi sasaran akal) >> sebagai obyek yang dituju oleh akal-akal
Sistematika teori emanasi al-Farabi adalah sebagai berikut:
1. Tuhan sebagai al-'Aql dan sekaligus Wujud I. Tuhan sebagai al-'Aql (WUjud I) ini berpikir tentang diri-Nya sehingga melahirkan Wujud II yang substansinya adalah Akal I --> al-Sama' al-Awwal (langit pertama)
2. Wujud II berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud III yang substansinya Akal II --> al-Kawakib (bintang-bintang)
3. Wujud III berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud IV yang substansinya Akal III --> Saturnus
4. Wujud IV berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud V yang substansinya Akal IV --> Jupiter
5. Wujud V berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud VI yang sunstansinya Akal V --> Mars
6. Wujud VI berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud VII yang substansinya Akal VI --> Matahari
7. Wujud VII berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud VIII yang substansinya Akal VII --> Venus
8. Wujud VIII berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud IX yang substansinya Akal VIII --> Mercury
9. Wujud IX berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud X yang substansinya Akal IX --> Bulan
10. Wujud X berpikir tentang Wujud I sehingga melahirkan Wujud XI yang substansinya Akal X --> Bumi, ruh, materi pertama (Hyle) yang menjadi dasar terbentuknya bumi: api, udara, air, dan tanah. Akal X ini disebut juga al-'aql al-fa'al (akal aktif) yang biasa disebut Jibril yang berperan sebagai wahib al-suwar (pemberi bentuk, form).
D.   Jiwa
Menurutnya, jiwa berasal dari pancaran Akal X (Jibril). Hubungan antara jiwa dan jasad hanya bersifat accident ('ardhiyyah), artinya ketika fisik binasa jiwa tidak ikut binasa karena substansinya berbeda. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nathiqah (jiwa yang berpikir) yang berasal dari alam Illahi sedang jasad berasal dari alam khalq yang berbentuk, berkadar, bergerak, dan berdimensi.

Jiwa manusia, menurut Al Farabi, memiliki 3 daya:

1. Daya gerak (quwwah muharrikah), berupa makan (ghadiyah, nutrition); memelihara (murabbiyah, preservation); dan berkembang biak (muwallidah, reproduction)
2. Daya mengetahui (quwwah mudrikah), berupa merasa (hassah, sensation) dan imajinasi (mutakhayyilah, imagination)
3. Daya berpikir (al-quwwah al-nathiqah, intellectual), berupa akal praktis ('aql 'amali) dan akal teoritis ('aql nazhari). 'Aql nazhari terbagi pada 3 tingkatan:

     a. al-'aql al-hayulani (akal potensial, material intellect) yang mempunyai 'potensi berpikir' dalam arti melepaskan arti-arti atau bentuk-bentuk (mahiyah) dari materinya
     b. al-'aql bi al-fi'l (akal aktual, actual intellect) yang dapat melepaskan arti-arti (mahiyah) dari materinya dan arti-arti itu telah mempunyai wujud dalam akal yang sebenarnya (aktual) bukan lagi dalam bentuk potensial
    
c. al-'aql al-mustafad (akal pemerolehan, acquired intellect) yang sudah mampu menangkap bentuk murni (pure form) tanpa terikat pada materinya karena keberadaannya (pure form) tidak pernah menempati materi. al-'aql al-mustafad bisa berkomunikasi dengan Akal X (Jibril) dan mampu menangkap pengetahuan yang dipancarkan oleh 'akal aktif' ('aql fa'al). Dan 'aql fa'al menjadi mediasi yang bisa mengangkat akal potensial naik menjadi akal aktual, juga bisa mengangkat akal aktual naik menjadi akal mustafad. Hubungan anatar 'aql al-fa'al dan 'aql mustafad ibarat mata dan matahari.


1.    Daftar Pustaka

5.       http://assholeh-nursoleh.blogspot.com/2011/03/pemikiran-al-farabi-dan-ibnu-sina.html